Kamis, 25 Maret 2010

Kamar Rindu: Bunuh Diri

Kamar Rindu: Bunuh Diri

Bunuh Diri

Sebuah Cerpen
By: K. Moch. Mahrus

Siang itu udara teramat panas untuk kulit yang tipis ini. Mungkin juga karena belum terbilas air sedari kemarinnya.
"Bung, janganlah kau bicarakan perihal mandi denganku. Kau sudah tahu kalo kita sama-sama jarang mandi."
Namanya Juned. Biasa disapa dengan 'Kak Jund' oleh mahasiswa baru. Ia melempar muka setelah berujar pendapat denganku perihal mandi. Tahulah, perbedaannya denganku memang pada intensitas 'mandi'. Kalau aku tak mandi sehari, ia takkan mandi seminggu. Jika dua hari, ya, dua minggu. Dan seterusnya, dan seterusnya.
Pernah juga dia bilang "kucing aja gak mandi juga bisa gemuk!"
Hah, entahlah temanku yang satu ini. Tapi dia sangat inspiratif bagiku dan kami yang mengenalnya. Kehadirannya memang terkadang membawa duka, apalagi kalau lagi tak ada tiket untuk sekedar ngopi. Tapi, aneh bin ajaib, kehadirannya di dunia, dengan segenap kesengajaan, tak ada duka sama sekali pada keningnya. Jika pun ada, duka itu menjadi malu lalu lari terbirit-birit, terkencing-kencing, dan ter-ter yang lain.
Sebelumnya, dia cerita begini.
"Bro, Preti kabur dariku,"
"Kucingmu itu?"
"Iya. Terakhir kuketahui tiga hari yang lalu, saat ia sedang ngobrol dengan pacar barunya di teras rumah. Memang aku sedikit gak setuju jika ia pacaran dengan pacarnya yang sekarang. Ia terlalu manis untuk kucing hidung belang milik tetangga sebelah. Kau tahu kan, kucing tetanggaku itu?"
"Yang mana?"
"Ya, yang hidungnya belang itu. Kan sudah kubilang, kucing hidung belang."
"Ah, kau, Jund! sulit membedakan seriusmu dengan yang tidak." Sementara, Jund terpaku di sebuah sudut ruang yang kumuh nan artistik di sudut ruang kuliah.
Aku menemaninya dengan duduk di meja dosen yang tak muat untuk dibawanya pulang bersama laptop pribadi; meja yang paling keren di antara meja-meja yang lain, meja untuk para mahasiswa. Sengaja kupilih meja dosen karena memang meja itu yang paling kuat. Duduk di kursi sudah agak jenuh. "Aku pengen rasa yang lain," batinku.
"Lantas, sekarang apa yang ingin kau perbuat?"
"Entah. Aku cuma kasihan sama emaknya. Sepertinya, emaknya pernah punya hubungan juga dengan si hidung belang. Aku hanya berprasangka, kalau Preti itu anak kandung si hidung belang. Makanya emaknya juga tampak kurang suka si Preti dekat dengan pacar barunya."
Kipas angin yang lupa pula untuk dimasukkan tas Pak atau Bu dosen juga sudah berputar dengan rintihan-rintihan kecilnya yang menyayat angin. Tapi badan masih terasa gerah. keringat mengucur terus menerus saat berada di ruang kulian itu. Kami mau keluar, sama-sama malas. Pemandangan di luar kelas terasa semakin panas. Lahir batin. Mau ke taman, apalagi, kami kan tergabung dalam ikatan mahasiswa yang kurang menarik perhatian. tapi bukan berarti tak ada yang tertarik. Dalam hati kecilku, Tuhan menulis surat yang tak ada dalam Qur'an. "Balaa syahidnaa... mereka yang tertarik padamu masih istikharah; minta petunjuk dari-Ku... afalaa ta'lamun. bla-bla-bla, dengan sekian persoalan yang kompleks, intinya, kampus putihku tak seperti dalam cerita-cerita pendek lisan dan tulisan.
Kampus putih sekarang punya staf yang kayak macan. Taringnya, luar membinasakan, dalam nyelekit. Dosen, ah, dikatakan tidak perfect itu salah, dikatakan perfect semakin salah. Teman-teman mahasiswa, kebanyakan aktifitasnya cuma tiga: Sekolah, Rumah, Pacaran. Dahsyat, sangat praktis. suatu kali aku sepertinya juga pengen seperti itu. [pengen aja saya rasa gak ada masalah, kan!] perpustakaan, di sana kami gak boleh merokok. AC-nya malah membuat sakit dada, bagi mahasiswa-mahasiswa sepertiku; mahasiswa ndesit yang gak biasa dengan angin hasil perkosaan industri. Agin haram. Beberapa mata kuliah sering ditempatkan di ruangan ber-AC. Dosen ternyata lebih mementingkan fasilitas dari pada yang lebih perlu. "Apa?" semua orang punya jawaban sendiri. Aku tak mau memperkosa pikiran-pikirang mereka.
Juned hampir melemparku dengan sandal jepitnya karena aku dianggap tak memperhatikan cerita dari bibirnya yang gelap [aku tak bilang HITAM]. Ia memang orang yang sangat perasa. Makanya aku terkadang juga takut berlama-lama dengannya. Apalagi setelah kutahu kalo dia jebolan pesantren Jawa Timuran. Ngeri, deh!
"Kebiasaan kau, Bro!"
"Aku denger, kok! Kau jangan mudah tertipu dengan mataku yang jelalatan ke mana-mana atau tanganku yang belajar melambai. Kau tahu aku sedang berusaha untuk sesuatu. nanti kalau aku sudah bisa, kau pasti akan kuajari bagaimana caranya," ia mengangguk.
"Bro, kabar rektor bagaimana ya?"
"Ia baik," jawabku pendek.
"Isterinya?"
"Semprul!"
"Bukan begitu."
"Apa?"
"Kau sadarkan kalau kita tak lagi enjoy di kantin?"
"Owalah... kau sudah lapar? ini masih jam berapa? sepuluh, Coy! sarapan kita nanti, dua belas jam lagi. Paham!"
"Kau ini, sukanya ngeyel! maksudku, apa gak cemburu ya, Pak Rektor kita, isterinya kan tiap hari ke kantin terus?!"
"Kalo gak rajin ke kantin, makan malam mereka bisa ke angkringan kayak kita, Coy!"
"Bajingan juga otakmu itu."
kami tertawa ringan.
"Eh, Jund, terus kabar kucingmu tadi bagaimana?"
"Itu dia persoalan yang sedang kuanalisis. Filsafat cinta ternyata lebih sulit untuk dipahami manusia. Mungkin mereka terlalu egois. Berbeda dengan kucing. Pola pikir mereka yang praktis, menginspirasikanku untuk mengasah kepekaanku, instingku dalam berbagai hal. Bagaimana ketika ia merasa lapar, haus, pengen berak, dan lain sebagainya... semua bisa mereka dapatkan dan lakukan di mana pun dan kapan pun..."
"Tunggu! kau tak hendak menyamakan Rektor kita dengan kucing, kan?"
"Pikiranmu itu selalu langsung terbayang ke mana-mana? saking jauhnya sering gak nyambung!"
"Bilang aja 'tidak' gitu kan selesai. Pake dinarasikan segala... Okelah, tidak. Terusin."
"Tadi pagi emaknya si Preti kutemukan sudah tak bernyawa lagi. Pak Kos berpendapat kalau betina tua itu mati karena dibunuh sama si Hidung belang. Dia dianggap menghalangi hubungannya dengan Preti. Tapi aku berpendapat lain, dia mati bunuh diri.

Baitullah-Jogjakarta, 28-12-09

Sabtu, 26 Desember 2009

Suunatul Udud, Tsalatsatun

(Kamis, 19/11/09) Harian Jogja mengabarkan: seorang Punggawa Muhammadiyah mendukung banget akan realisasi Pergub DIY, ttg larangan merokok di sembarang tempat. rencananya akan dibuatkan Smoking area seperti di Bus2 Pariwisata yang pake AC. Hahaha. _saking semangatnya, pengennya organ2 yang berafiliasi dibawahnya akan dikerahkan untuk terwujudnya masyarakat tanpa rokok. "biar tidak mengganggu hak orang lain yang tidak merokok." katanya!!!_?_Heghhhhh, kasihan para perokok yang juga punya hak (untk merokok)... yang paling bikin gemes!!! "Biar para perokok itu menjadi terasing dilingkungannya sendiri."

Pernahkah?

Sly and Whit, dua bocah Genius dalam Film "Baby Genius", yang ditayangkan tadi pagi sempat membuatku terpingkal-pingkal meski nonton sendirian. entah mengapa dua bocah berumur tak lebih dari dua tahun itu sanggup menahanku untuk mandi dan sekedar cuci-cuci, padahal pakaian kotor yang terendam sedari pagi sudah mulai bau aneh... Hemmh, adakah balita yang sudah pandai akting, berbahasa 'ibu'_nya dengan baik dan fasih, pandai karate, dan seterusnya....

Cerita di Blandongan

"Ibu..."
kenapa baru kai ini aku merasa sangat berdosa padamu?
mengapa pula aku harus tahu dan sadar akan hal-hal semacam itu sat jauh darimu, saat perempuan di warung kapi malam itu bercerita perihal seorang 'Ibu'.

padahal, aku mengenalnya tidak lebih dari seorang teman
perempaun yang seakan jauh dari keperempuanan
namun anggapanku salah setelah malam itu,
keibuannya terasa melebihi perempuan-perempuan yang alim dan bijaksana
melebihi mereka yang rajin sembahyang dan ndalil-ndalil
bersikap seperti seorang elit-agamis

dan uku teringat ibu
dan aku teringat calon isteriku.....

kepada Mak Teng, terima kasih.....

Kenapa, Allah?

"Innaa shalaati
wa nusuuki
wa mahyaayaa
wa mamaati
lillaahi rabbil 'aalamiin"

Allahku
mungkin aku belum pernah memberikan apapun untukMu
dan selalu saja aku yang mengharap sesuatu dariMu

dirinya yang jauh itu...
ah, mengapa aku masih juga belum berani menyapanya

Allahku
biarlah aku yang menunggu jika itu yang Kau dan dirinya kehendaki
dan berikan sedikit ilmu untuk sabar
kepercayaanku padaMu, akan keyakinanku
akan senantiasa mendapat ridloMu..

Allahku...
Aku cinta padaMu

Jogja, 2009

Bismillahirrahmanirrahim

Hey....!!!

"ada yang sedang menangis di sana, Sobat....."
"ya, kita sudah tahu"

persoalan "cinta" terlalu rumit untuk kupahami, karena aku belum pernah menjalaninya seumur hidup. kalian lebih paham dari aku; karena aku lebih muda dari kalian dan karena aku lebih tua dari kalian. ah masa bodoh usia. aku cuma bisa berteori dan berspekulasi. dan mungkin yang lain bisa lebih memberikan solusi.
dengan ini, aku cuma memberikan penilaian terhadap diskursus perihal "cinta" kalian.
pertama, bagiku persoalan itu jangan ditutup-tutupi san bahkan dihindari. yang nemanya persoalan harus diselesaikan. kedua, sedari dulu kita telah kenal istilah "maaf", entah itu menurut siapa dan seperti apa kemudian cara mengaplikasikannya.
(sori, aku tak mampu lagi membahasakannya dengan gaya lembek, lebay, atao menjadikannya lebih puitis.)
ketiga,jika kalian masih ingin berperang, aku yakin potensi itu masih ada dalam tubuh kalian, lanjutkan perang kalian. NAMUN!!! rubahlah energi itu menjadi energi yang positif; hingga perang itu pun menjadi perang yang dahsyat melebihi perang badar. maksudku, yang kalian lawan bukanlah musuh dari sahabat kalian sendiri, cukup diri kalian.
keempat, pada akhirnya pemenangnya adalah kalian yang lebih dulu mampu MEMAAFKAN.
kelima, aku lebih bersyukur jika tak ada yang kalah dalam perang ini. kalian menjadi PEMENANG semua!!!

tadi malam, sempat kubuka pesan pendek dari sahabat yang lain, ia menyatakan kepergiaannya dari pohon kita yang tengah diterpa angin ini. aku gak habis pikir, terlalu pendek perencanaannya menurutku. harusnya ia sadar, saat angin yang menerpa pohon kita semakin besar, artinya semakin tinggi pohon kita itu, Sobat.

Hemmmmhhh,
- yang mau keluar silahkan keluar karena kita tak pernah masuk
- yang ingin tetap berteduh mari kita nikmati sejuknya angin, di bawah rindangnya pohon itu....

K. Moch. Mahrus 209