Sabtu, 26 Desember 2009

Suunatul Udud, Tsalatsatun

(Kamis, 19/11/09) Harian Jogja mengabarkan: seorang Punggawa Muhammadiyah mendukung banget akan realisasi Pergub DIY, ttg larangan merokok di sembarang tempat. rencananya akan dibuatkan Smoking area seperti di Bus2 Pariwisata yang pake AC. Hahaha. _saking semangatnya, pengennya organ2 yang berafiliasi dibawahnya akan dikerahkan untuk terwujudnya masyarakat tanpa rokok. "biar tidak mengganggu hak orang lain yang tidak merokok." katanya!!!_?_Heghhhhh, kasihan para perokok yang juga punya hak (untk merokok)... yang paling bikin gemes!!! "Biar para perokok itu menjadi terasing dilingkungannya sendiri."

Pernahkah?

Sly and Whit, dua bocah Genius dalam Film "Baby Genius", yang ditayangkan tadi pagi sempat membuatku terpingkal-pingkal meski nonton sendirian. entah mengapa dua bocah berumur tak lebih dari dua tahun itu sanggup menahanku untuk mandi dan sekedar cuci-cuci, padahal pakaian kotor yang terendam sedari pagi sudah mulai bau aneh... Hemmh, adakah balita yang sudah pandai akting, berbahasa 'ibu'_nya dengan baik dan fasih, pandai karate, dan seterusnya....

Cerita di Blandongan

"Ibu..."
kenapa baru kai ini aku merasa sangat berdosa padamu?
mengapa pula aku harus tahu dan sadar akan hal-hal semacam itu sat jauh darimu, saat perempuan di warung kapi malam itu bercerita perihal seorang 'Ibu'.

padahal, aku mengenalnya tidak lebih dari seorang teman
perempaun yang seakan jauh dari keperempuanan
namun anggapanku salah setelah malam itu,
keibuannya terasa melebihi perempuan-perempuan yang alim dan bijaksana
melebihi mereka yang rajin sembahyang dan ndalil-ndalil
bersikap seperti seorang elit-agamis

dan uku teringat ibu
dan aku teringat calon isteriku.....

kepada Mak Teng, terima kasih.....

Kenapa, Allah?

"Innaa shalaati
wa nusuuki
wa mahyaayaa
wa mamaati
lillaahi rabbil 'aalamiin"

Allahku
mungkin aku belum pernah memberikan apapun untukMu
dan selalu saja aku yang mengharap sesuatu dariMu

dirinya yang jauh itu...
ah, mengapa aku masih juga belum berani menyapanya

Allahku
biarlah aku yang menunggu jika itu yang Kau dan dirinya kehendaki
dan berikan sedikit ilmu untuk sabar
kepercayaanku padaMu, akan keyakinanku
akan senantiasa mendapat ridloMu..

Allahku...
Aku cinta padaMu

Jogja, 2009

Bismillahirrahmanirrahim

Hey....!!!

"ada yang sedang menangis di sana, Sobat....."
"ya, kita sudah tahu"

persoalan "cinta" terlalu rumit untuk kupahami, karena aku belum pernah menjalaninya seumur hidup. kalian lebih paham dari aku; karena aku lebih muda dari kalian dan karena aku lebih tua dari kalian. ah masa bodoh usia. aku cuma bisa berteori dan berspekulasi. dan mungkin yang lain bisa lebih memberikan solusi.
dengan ini, aku cuma memberikan penilaian terhadap diskursus perihal "cinta" kalian.
pertama, bagiku persoalan itu jangan ditutup-tutupi san bahkan dihindari. yang nemanya persoalan harus diselesaikan. kedua, sedari dulu kita telah kenal istilah "maaf", entah itu menurut siapa dan seperti apa kemudian cara mengaplikasikannya.
(sori, aku tak mampu lagi membahasakannya dengan gaya lembek, lebay, atao menjadikannya lebih puitis.)
ketiga,jika kalian masih ingin berperang, aku yakin potensi itu masih ada dalam tubuh kalian, lanjutkan perang kalian. NAMUN!!! rubahlah energi itu menjadi energi yang positif; hingga perang itu pun menjadi perang yang dahsyat melebihi perang badar. maksudku, yang kalian lawan bukanlah musuh dari sahabat kalian sendiri, cukup diri kalian.
keempat, pada akhirnya pemenangnya adalah kalian yang lebih dulu mampu MEMAAFKAN.
kelima, aku lebih bersyukur jika tak ada yang kalah dalam perang ini. kalian menjadi PEMENANG semua!!!

tadi malam, sempat kubuka pesan pendek dari sahabat yang lain, ia menyatakan kepergiaannya dari pohon kita yang tengah diterpa angin ini. aku gak habis pikir, terlalu pendek perencanaannya menurutku. harusnya ia sadar, saat angin yang menerpa pohon kita semakin besar, artinya semakin tinggi pohon kita itu, Sobat.

Hemmmmhhh,
- yang mau keluar silahkan keluar karena kita tak pernah masuk
- yang ingin tetap berteduh mari kita nikmati sejuknya angin, di bawah rindangnya pohon itu....

K. Moch. Mahrus 209

Bersama Temaram Senja [Kamis Putih]

Di kedalaman matamu yang mengejar segala
Musnah, tak ada lagi kata dengan makna
Tertinggal hanya aksara
Di kedai kopi belakang sana.....

Siapa hendak memilih siapa...
Kenapa tak memilih diri sendiri saja
Lari ke sana ke mari hanya untuk tertipu
, terbidik dari ranjang sang mereka

Maafkan

ya,
malam ini aku lelah
aku capek
sementara besok masih lebih berat dari hari sebelumnya
entah bagaimana aku harus membahasakan perasaanku yang telah tertahan
sejak nama sucimu terngiang di hati, sejak dulu

sampaikan salamku pada Tuhan jika kau bertemu dengan-Nya malam ini
yang telah menjawab kegelisahanku atas namamu
melampiaskan rinduku lewat bahasa Tuhan
maafkan aku tentang semua ini
aku semakin merasa bersalah jika tak mengungkapkan hal ini;
karena aku terlanjur mencintaimu

ajarkan aku tentang ikhlas
untuk menerima kehendak-Nya...

Yogyakarta, 17 Agustus 2009

Dendam

rupa-rupanya
ada semacam dendam di sore ini

tapi, aku masih percaya
bahwa dendam itu adalah kekang

bila waktunya tiba
ia pun pudar
suatu saat nanti

Jogjakarta 2009

Selasa, 08 Desember 2009

Sholatu Rabby, 'AlaiKa Hibby

"aku sedang ingin bertanya, benarkah ini jalan yang ditunjukkan Tuhan padaku?"
gumamku terhenti saat seseorang menepis pundakku dari belakang. kutahu ia guru ngaji di musholla Pak Huda, tetangga sebelahku. pemuda itu konon tugasan dari sebuah pesantren. dua tahun ia telah tinggal bersama Pak Huda. cukup baik aku mengenalnya kemudian. di samping Usianya yang tak jauh pautannya denganku, ia cukup pintar bergaul dengan remaja sepertiku.

Kamis, 08 Oktober 2009

Do'a

- sebuah pelarian

saat aku berjalan mengikuti
Kau seakan tetap tak mau menoleh barang sekejap saja, kupanggil pun Kau tak menghirau. berjalan saja mengikuti alurmu, sendiri, dalam keberadaan yang nyata ini, bagiku.

aku masih tak berani mengejarMu lebih jauh
aku juga bukan penakut yang akan berhenti sebelum memulai
ada waktu yang mengharuskanku diam, tak berkata dan berbuat
bahkan do'a tak pernah menyala dalam malam-malamku.

sebuah catatan ini pun bukan permintaan yang berharap perhatian
sekali lagi, ini adalah sebuah pelarian, pelarianku sendiri.

sekali waktu,
aku ingin lekas bertemu denganMu
tapi niatku itu urung, tak jadi
saat kusadari bahwa aku belum mengenalmu
hingga terkadang aku curiga padaMu
"maukah Engkau mengenalku?"

dan tiba-tiba aku meyakinkan diri
bahwa cintaMu hanya akan menjadi milikku

Jogja 2009

Jumat, 04 September 2009

PENERAPAN ZAKAT PRODUKTIF*

Zakat merupakan media yang diyakini mampu memberikan jaminan pahala bagi para ‘Abdun setelah menjalankan ibadah puasa di buan ramadlan. Adapun jumlah dan waktunya, telah ditentukan dalam syariat. Demikian pula cara pendistribusiannya. Bahwa pada suatu waktu dan tempat, seseorang dapat dikenai kewajiban untuk membayarnya. Sebaliknya, dengan waktu dan tempat yang sama, seseorang berada pada posisi yang wajib atau yang berhak menerima hasil distribusi zakat tersebut.
Seseorang yang wajib membayar zakat (fitrah dan mal) adalah mereka yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu, sebut saja orang-orang yang tidak dalam kategori delapan golongan; bukan dari golongan fakir, tidak sedang dalam keadaan miskin, tidak termasuk dalam jajaran panitia penerimaan zakat, dan seterusnya. Singkatnya, adapun orang wajib membayar zakat adalah orang-orang yang berada dalam kondisi mampu. Oleh karenanya, apapun konsekuensi yang bakal mereka peroleh, kesiapan lahir dan batin tentunya telah menjadi modal terpenting.
Syariat, baik secara ijmaly atau pun tafshily, dalam menjelaskan zakat (dan hal-hal yang berkaitan dengannya sebagaimana disinggung sebelumnya), cenderung lebih mengeksplorasi pada wilayah mengapa, jenis, bentuk, ukuran, waktu, dan kepada siapa zakat-zakat tersebut harus didistribusikan. Sedangkan pada wilayah ”siapa” yang harus membayar, dicukupkan pada pembahasan tentang kepada siapa zakat-zakat tersebut harus dibagikan. Menurut hemat penulis, penjelasan-penjelasan yang diuraikan dalam banyak literatur klasik (seperti abstraksi-abstraksi di atas) sudah cukup luar biasa.
Sampai di sini, ternyata mulai muncul kejadian-kejadian unik seputar distribusi zakat bersamaan dengan konstruk sosial yang terjadi di negeri tercinta ini, Indonesia. Yang paling menonjol adalah berita-berita dari media massa yang mengabarkan adanya distribusi zakat yang tidak kondusif. Banyak daerah yang dalam proses pendistribusian zakatnya menggambarkan situasi yang bertentangan dengan tujuan dasar keharusan akan adanya zakat. Antrian panjang, saling berebut, kemudian terjadi sedikit konflik, dan akhirnya lahir data statistik tentang jumlah korban.

USHUL FIQH MENJAWAB PERSOALAN

Adanya wajib zakat tidak berangkat dari ruang kosong. Zakat merupakan salah satu cara untuk menetralisir kondisi psikologis setiap orang. Suatu cara untuk mengafirmasikan bahwa sebagai sesama manusia, kita mempunyai hak dan kewajiban yang sama (meskipun cara,wilayah, dan bentuknya relatif berbeda). Gambaran yang paling jelas adalah suatu upaya mempersamakan rasa pada setiap individu.
Menanggapi berbagai macam persoalan yang kerap kali terjadi pada masarakat (khususnya yang termasuk golongan delapan) yang pada kenyataannya mereka justru mendapatkan hal yang sangat bertolak belakang dengan tujuan zakat itu sendiri, penulis menawarkan sebuah model distribusi zakat yang dapat mengembalikan tujuan substansial dari zakat. ”Zakat Produktif” yakni zakat yang dikumpulkan oleh badan enerima zakat atau amil untuk dibagikan kepada para Mustahiq. Memang pada prosesnya, perolehan zakat tersebut tidak dapat dirasakan langsung. Akan tetapi, menurut hemat penulis, dari pada zakat tersebut hanya berhenti pada kepuasan sesaat. Akan menjadi lebih baik jika zakat tersebut bisa dinikmati dengan durasi yang lebih lama. Toh nantinaya, distribusi tersebut bisa lebih merata.
Dalam hal ini, hubungan secara struktural dalam bermasyarakat memang sangat dibutuhkan. Diasumsikan nantinya dari pihak yang berwenang (baca: pemerintah atau seorang imam yang menjadi panutan) dapat memediasi jalannya proses tersebut. Banyak hal sebenarnya jika kita mau peka dalam proses pembentukan pemberdayaan terhadap masyarakat.
Dasar pijakan hukumnya:
"تصرف الامام على الروعية منوط بالمصلحة"

*tema ini pernah diangkat Gus Adib dalam tulisannya yang dimuat di Jurnal Amanah edisi 2

Kamis, 28 Mei 2009

Aku bukan Bintangmu, Bulan

Aku bukan bintangmu, bulan
Bintang yang mendapat pantulan cahaya

Jangan paksa aku jadi bintangmu
Agar layu dihadapanmu
Menjadi jenggala di sudut bibirmu
Bersimpuh,
Di atas sajadah, termangu

Aku bukan bintangmu, bulam
Merentangkan sayap-sayap dalam gelap
Melukis wajahmu dengan lontar
Lalu memelukmu dalam terkapar

Dirimu adalah bulan
Bulan milik sang bintang
Yang kan slalu menjagamu, bulan
Dan aku bukanlah bintang itu

Terkadang,
Kau datang padaku bersamnya
Sesekali kau semdiri
Bintangmu, ……. Sendiri

Aku bukanl bintangmu, bulan
Aku adalah malam
Tanpaku kau dan bintangmu tiada
Tanpaku kau tak lagi indah

Yogyakarta, 19 April 2009

Senin, 30 Maret 2009

ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDUN

1. KONDISI MASYARAKAT ARAB PASCA MUHAMMAD

Telah banyak masa-masa sulit yang dijalani nabi Muhammad selama menjalankan tugasnya sebagai seorang rasul. Perjuangannya yang begitu sulit mampu memberikan kontribusi terhadap kesadaran para pengikutnya untuk melanjutkan tampuk kepemimpinan. Sepeninggal nabi Muhammad, dengan sendirinya muncul beberapa nama yang dianggap mampu melanjutkan kepemimpinannya. Di antaranya:
a. Abu Bakar al-Siddiq (11-13 H./632-634 M.)
b. Umar Ibn al-Khattab (13-23 H./634-644 M.)
c. Utsman Ibn Affan (23-35 H./644-656 M.)
d. Ali Ibn Abi Thalib (35-40 H./656-661 M.)
Masa pemerintahan merekalah yang dikenal dengan Khulafaur Rasidun.
Walaupun masa khulafaur rasyidun hanya berlangsung selama 30 tahun—sebagaimana hasil statistika di atas—, banyak hal yang telah mereka kerjakan. Baik dalam menata struktur masyarakat, pemerintahan, perluasan wilayah, dan mengatasi konflik internal negeri. Khalifah Abu Bakar misalnya, ia telah menyelamatkan umat islam dari perpecahan. Kemudian khalifah Umar, ia mampu mengubah bangsa arab yang semula hanya anak gurun pasir menjadi para pejuang sejati. Tidak hanya itu, ia juga berhasil mengkonsolidasikan umat islam di tanah Arab. Khalifah Utsman Ibn Affan sukses dalam perluasan wilayah—melanjutkan khalifah Umar yang menghancurkan kekaisaran Persia dan Byzantium, serta membangun imperium yang begitu kuat mulai dari Persia, Irak, Kaldea, Syiria, Palestina, dan Mesir—sampai daratan Asia Tengah dan Tripoli. Satu hal yang patut di syukuri pada masa pemerintahan Utsman yaitu pertama kalinya dibentuk angkatan laut Arab. Terakhir masa khalifah Ali yang berusaha mengatasi perpecahan dan perselisihan dalam negeri.


2. SISTEM PEMERINTAHAN

Musyawarah, satu hal yang diajarkan Rasulullah dalan tatanan masyarakat sosial sebagaimana ajran islam sendiri yang termaktub dalam al-Quran. Yang pertama kali muncul dalam kancah perpolitikan bangsa Arab sepeninggal Rasulullah adalah siapa yang berhak dan pantas menggantikan kepemimpinannya yang membawahi dua aspek (negara dan agama) tersebut. Sistem pemilihan seperti ini akan terbukti setiap kali pergantian pemimpin mulai dari Abu Bakar hingga Ali.
Pemilihan khulafaur rasyidun yang pertama berlangsung secara demokratis dengan menyelenggarakan muktamar Tsaqifah bani Sa'idah. Pada musyawarah tersebut terjadi perdebatan sengit di antara untusan-utusan yang hadir. Ahlul bait mengajukan nama Ali Ibn Abi Thalib atas dasar kedudukannya dalam islam. Kaum Muhajirin mengajukan calon Abu ubaidah Ibn Jarrah atas dasar kesetiaannya. Ari kalangan Anshar muncul nama Sa'ad Ibn Ubadah dengan alasan besarnya jasa yang diberikan demi Islam. Musyawarah tersebut berlangsung dengan adu argumentasi dan hampir diwarnai dengan adu fisik. Meskipun begitu akhirnya Abu Bakar disepakati untuk menjadi khalifah yang pertama.
Pada saat Abu Bakar sakit keras dan juga merasa ajal sudah kian dekat, ia melihat situasi negara masih dalam keadaan stabil dan pasukan yang sedang bertempur juga tidak boleh sampai terpecah belah setelah kematiaanya. Oleh karenanya, ia minta pendapat dan persetujuan terhadap kaum muslimin ketika merekomendasikan Umar untuk menjadi penggantinya kelak. Permintaan tersebut akhirnya dikabulkan dan setelah Abu Bakar meninggal, Umar maju sebagai khalifah yang kedua tanpa perpecahan.
Berbeda dengan Abu Bakar, ketika menjelang ajal, Umar mengajukan enam orang yang akan ditunjuk untuk menentukan siapa yang akan menjadi penggantinya. Nama enam calon tersebut kelak disebut Ahl al-Hall wa al-'Aqd pertama dalam Islam oleh sejarawan Islam. Agar tidak terjadi draw (suara sama), maka puteranya—Abdullah Ibn Umar—diminta untuk ikut bermusyawarah dengan syarat tidak boleh dipilih. Dalam musyawarah tersebut Utsman mendapat suara terbanyak. Selisih satu suara dengan Ali yang mendapat suara 3 orang.
Pada masa menjelang akhir hayatnya, pemerintahan Utsman banyak sekali pemberontakan sampai ia sendiri terbunuh. Ketika itulah Ali naik menjadi khalifah keempat. Masa di mana terjadi berbagai macam kericuhan dan huru-hara mulai dari semakin banyaknya pemberontak hingga efek dari terbunuhnya Utsman sebagai khalifah ketiga. Tidak hanya itu, terpilihnya Ali sendiri juga menjadi perselisihan yang akhirnya menimbulkan perpecahan yang sangat besar. Ia menaiki jabatan sebagai khalifah keempat atas desakan kaum kuslimin madinah yang khawatir jika tidak cepat menunjuk seorang pemimpin, maka akan semakin kacau kondisi kaum muslimin pada saat itu. Meskipun ada golongan yang tidak menyukai Ali—seperti kubu Aisyah(isteri nabi)—, tetapi tidak orang yang mau menjadi khalifah karena Ali masih ada dan dia adalah bintangya Bani Hasyim.


3. KEBIJAKAN-KEBIJAKAN

 Memerangi kaum riddah (murtad)
 Pengelolaan kas negara
 Penataan birokrasi pemerintahan
 Pemberlakuan ijtihad
 Perluasan wilayah dan pengelolaannya

ISLAM DAN RELIGIONOMIC

إياكم والغلو، فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو

“Jauhilah oleh kalian sikap berlebih-lebihan, karena sesungguhnya sikap berlebihan itulah yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian”

(HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas ra.).

Dalam ٍٍShoheh Muslim, Ibnu Mas’ud ra. berkata: bahwa Rasululloh saw. bersabda:

هلك المتنطعون ” قالها ثلاثا.

Binasalah orang-orang yang bersikap berlebih-lebihan” (diulanginya ucapan itu tiga kali).[1]

1. Komersialisasi Agama

Sering kita jumpai para Muballigh yang diundang ke berbagai tempat untuk memberikan ceramah agama dengan tema-tema tertentu. Meski tidak banyak apa yang mereka sampaikan ketika ceramah, tetapi hal itu dipercaya mampu memberikan motivasi tersendiri. Satu hal yang menarik, setiap kali diadakan acara ceramah agama, panitia acara harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk keperluan akomodasi dan lain sebagainya termasuk honorarium Muballigh.

Dengan berkembangnya kemajuan teknologi dan informasi, kegiatan-kegiatan tersebut menjadi semakin berkurang. Contoh, media informasi dan komunikasi, sekarang sudah mulai ikut memberikan kontribusi dalam menyampaikan ceramah-ceramah agama meski tidak seratus persen menggantikannya. Sering kita jumpai pula iklan-iklan televisi yang mensosialisasikan program-program seperti ketik REG>SHALAT.............(dan seterusnya).

Selain yang tersebut di atas, harga bahan makanan—mulai dari cabe, bawang, beras dan seterusnya—naik 25-50% ketika menjelang hari raya dan bulan maulid. Harga hewan-hewan qurban melangit ketika menjelang hari raya 'idzul adha. Lucunya, setelah semuanya usai, harga-harga barang tersebut kembali normal. Serta masih banyak lagi kasus-kasus serupa yang dapat kita selidiki.

Di satu sisi, semua kasus di atas mempunyai nilai positif. Akan tetapi di sisi lain terdapat pula sisi negatifnya. Secara implisit, kasus-kasus di atas dapat dikategorikan sebuah upaya membuat agama sebagaai komoditi perdagangan. Komersialisasi agama tersebut, terjadi dengan tanpa kita sadari.

2. Merusak Agama

Sebuah pendapat menyebutkan bahwa salah satu tindakan yang bisa merusak agama adalah jika telah muncul suatu bentuk sikap berlebih-lebihan. Hal ini diperkuat dengan hadits nabi yang tersebut di atas. Bahkan akibat yang bisa muncul lebih dari rusaknya sebuah agama, namun sampai kebinasaan subuah umat; sebuah peradaban manusia.

Agama adalah kepercayaan orang, seperti yang diberitakan dalam Undang-Undang Dasar Indonesia pasal 29 ayat 1. Orang yang beragama juga diharuskan untuk membela agamanya. Seperti yang sering dilakukan oleh banyak orang. Namun selama ini, penerapannya justru kurang tepat.

Di Indonesia ini kepercayaan diterima dalam berbagai macam bentuk, Islam dan Kristen adalah salah satunya. Dengan pengikutnya yang besar, seharusnya mereka diwajibkan untuk hidup bersama dalam tolong-menolong.[2]

Selasa, 17 Maret 2009

BUDAYA ADALAH AKU

Malam minggu di akhir bulan yang lalu, aku diajak nonton sebuah pementasan budaya di kampus UIN SU-KA. Ketika itu masih sekitar pukul 18:00. Temanku ngotot untuk berangkat ketika itu juga padahal aku tahu bahwa acaranya baru akan dimulai pada 19:00. Itu pun belum lagi molornya, dan paling-paling acara itu baru akan mulai sekitar jam 20:00-21:00. Karena temanku tadi masih saja mendesak, terpaksa aku turuti kemauannya. Kuantar dia ke mana tempat diselenggarakannya acara tersebut. Masih di luar pagar dan belum lagi masuk ke halaman kampus, sudah tampak bahwa acaranya belum dimulail. Sudah kubilang, acaranya belum dimulai. Batinku. Kemudian kutanyakan pada temanku apa yang selanjutnya kami lakukan. Ia mengusulkan untuk untuk pulang saja dulu. Usul yang bagus pikirku, andaikan ia mengusulkan yang lain pasti kutolak.
Perut sudah melilit sedari tadi karena memang belum sarapan dari paginya. Ku ajak temanku sarapan malam, ia bilang sudah kenyang. Baru makan katanya lagi.
###
Kelompok minoritas, jika ngomong tentang budaya, lumrahnya selalu lari pada kesenian-kesenian tradisional dan tradisi apa yang pernah dilakukan para moyangnya. Di satu sisi, mereka tidak salah meski ada banyak jalan yang bisa ditempuh untuk menyalahkannya. Sebenarnya tak penting untuk mempersoalkan hal-hal semacam itu. Dan bagi penulis sendiri—dalam hal budaya—hanya manfaat apa yang bisa kita pelajari dari budaya-budaya yang pernah ada. Yaitu hanya untuk mengidentifikasi siapa diri kita ini; mengatakan inilah saya. Saya adalah orang Jawa, saya adalah orang Madura, sayalah orang Sumatera, Kalimantan, ………saya adalah orang Indonesia.
Budaya merupaka suatu bentuk kegiatan dan gaya hidup sebagai hasil dari kesepakatan satu generasi dan daerah. Orang-orang Madura mengatakan dirinya adalah Madura karena ia sepakat terhadap tradisi-tradisi Madura. Begitu juga yang lainnya. Dengan kata lain subuah kebudayaan adalah tradisi yang sewaktu-waktu dapat berubah, baik secara total maupun hanya sebagian saja.
Pada dasarnya kebudayaan mempunyai peranan dan pengaruh yang luar biasa terhadap sebuah tatanan masyarakat. Oleh karenanya, kebudayaan bisa dijadikan tolak ukur bagi kesejahteraan, keberdayaan, kemakmuran, dan bahkan kemerosotan kondisi social masyarakat. Dari aspek apapun itu. Suatu kebijakan politik pasti mempengaruhi terhadap kebudayaan yang ada dan mau atau tidak, suatu tatanan masyarakat akan turut berubah. Kemudian akan merambah terhadap perekonomian yang tidak akan lepas dari kehidupan masyarakat itu sendiri. Karena factor-faktor tersebut selalu berhubungan secara dialektis.
###
Setelah makan, kami ngobrol banyak hal dan obrolan itu sama sekali tidak mutu. Kami hanya rasan-rasan dan rasan-rasan. Tepat pukul 19:00 kami berangkat lagi. Kami kecewa karena acara bulum juga di mulai. Pengunjung belum ada yang datang, pentas masih dalam tahap penataan, dan akhirnya kami memilih untuk mencari tempat duduk. Setengah jam kemudian, mulai terdengar musik-musik pop dan rock yang ditampilkan bibit-bibit baru. Bisa dikatakan mereka adalah salah satu dari generasi yang mau mencitrakan dirinya; menunjukkan pada khalayak bahwa mereka adalah anak-anak Indonesia. Dan musik beserta atribut lainnya adalah cara sekaligus gaya hidup mereka.
Tak lama kemudian, pengunjung semakin banyak berdatangan. Susul-menyusul yang tentunya dengan kepentingan masing-masing. Ada di antara mereka yang datang dengan pasangan masing-masing. Ada pula yang datang dengan berkelompok. Sepertinya mereka adalah anak-anak yang masih jomblo. “Aku…!” adalah salah satu di antaranya. Di sebelah tempat nongkrongku, ada cewek-cewek yang sepertinya belum punya pasangan. Jelas mereka adalah anak-anak UIN sendiri. Tampang dan cara berpakaian mereka tidak terlalu asing. “mereka tampak seperti anak-anak yang baru melihat dunia.” Komentar temanku. Kujawab komentar itu dengan senyum saja. Aku tahu apa maksud dari kata-katanya. Ia pun melanjutkan “mungkin mereka adalah alumni-alumni pesantren atau anak-anak dari kalangan keluarga yang disiplin yang sekarang merasa menemukan kebebasan.” Sekali lagi aku hanya senyum dan kutambahkan sedikit anggukan kepala. Malam semakin larut, beberapa group sanggar yang dijadwalkan mentas tak kunjung tampil.
###
Jika kita lihat kondisi social masyarakat saat ini, kita akan menemukan begitu banyak konstruksi tradisi dan bahkan dekonstruksi tradisi yang telah menenggelamkan identitas para pendahulu. Generasi saat ini mencoba menampilkan dirinya sebagai dirinya sendiri (self), bukan moyangnya (others). Akan tetapi, dari mana dan mengapa mereka lebih memilih untuk berbeda dengan moyangnya adalah persoalan lain. Yang penting saat ini ternyata ada semacam transisi dari budaya lama (generasi sebelumnya) ke budaya baru (yang entah mengadopsi dari mana).
Meskipun kebudayaan adalah salah satu penentu terhadap kondisi social masyarakat—sebagaimana diuriakan di atas—, tetapi tidak serta merta ia menjadi kambing hitam jika kondisi sosialnya menjadi amburadul. Justru masyarakatnyalah—sebagai pelaku—yang harus menjawab, seberapa baik mereka dalam mengkonstruk budaya tersebut. Dalam hal ini budaya hanya menjadi media yang mewakili identitas, citra dan gaya hidup (live style) masyarakatnya; budaya adalah nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat.
###
Dengan penantian yang begitu lama, akhirnya tampil juga sanggar yang dijanjikan. Merekalah yang mewakili budaya-budaya lama. Sayangnya, dalam pementasansanggar tersebut hanya dalam durasi yang begitu singkat. Setelah itu kembali ditampilakan tawaran budaya-budaya baru yang memang tidak salah jika dikatakan cikal-bakal budaya generasi saat ini.
Sekali lagi temanku berkomentar. “tampaknya budaya-budaya seperti inilah yang akan mengidentifikasi generasi kita; yang akan menjelaskan siapa kita kelak.”

Tulisan ini telah diterbitkan di Buletin Bejads Rasan-Rasan edisi I